Minggu, 30 Desember 2012


Membantu Korban Dengan Menciptakan Korban Baru




Pagi sekitar pukul 9.30 (selong 23 Desember 2012) terjadi Lakalantas (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepedar motor vs Gerobak Pedagang Pentol Bakso. Suasana pagi yang dingin dan kaku menjadi hiruk pikuk karena menjadi tontonan para pengguna jalan dan masyarakat setempat lainnya. Tragedi tabrakan ini sontak menyedot perhatian dan menyita waktu aktifitas hari itu. Pagi itu pentolan bakso, sauce, penusuk lidi, dan berbagai bumbu lainnya berserakan memenuhi dan mewarnai badan jalan. Begitu banyak orang terperanjat melihat korban (pedagang pentol bakso) yang terguling dengan lumuran warna merah di sebagian tubuh dan kepala, namun itu ternyata bukan darah melainkan sauce tomat. Nampak si pedagang pentol bakso meringis kesakitan akibat beberapa luka ringan dan siraman air panas pentolan yang mengenai bagian kaki, kondisi tersebut cukup membuat orang-orang iba melihat si pedagang, sehingga kerumunan orang-orang lebih terkonsentrasi pada si pedagang, ada yang memangku, ada yang menyuguhkan air putih netral dan beberapa langkah upaya bantuan lainnya sebagai bentuk keperihatinan terhadap korban (si Pedagang). Menurut beberapa saksi mata menuturkan bahwa seorang anak usia remaja (si Penabrak) dengan mengendarai sepeda motor Revo yang setengah modifikasi melaju dengan kecepatan tinggi sehingga tanpa terkendali menabarak sipedagang dengan gerobaknya yang hendak menyebrang jalan menuju salah satu Sekolah Dasar yang hendak menjajakan pentol baksonya ke para siswa, menurut saksi mata juga memastikan bahwa si pengendara sepeda motorlah yang bersalah karna mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan terlihat ugal-ugalan. Sedangkan kondisi si pengendara revo terlihat baik-baik saja, hanya bagian celana yang terlihat kotor. Pada body speda motor hanya spakbor yang retak dan lampu weser kanan yang pecah, pada bagian lainnya terlihat lecet ringan.
Pemandangan berbanding  terbalik, perhatian dan perlakuan  terhadap korban tabrakan sangat jauh berbeda, si pedagang pentol dikerumuni oleh banyak orang sambil membantu mengusap bekas sauce, memberi air minum dan memapahnya ke tempat yg lebih teduh. Sedangkan Si pengendara sepeda motor yang divonis bersalah nampak duduk merunduk, remaja yang ala anak funk itu terlihat gemetaran ketakutan, nampak beberapa laki-laki kekar berdiri di sampingnya, lalu si anak remaja itu disuruh bangun. Bentakan kata-kata kasar (memaki, menghujat) dan hentakan kaki dari beberapa laki-laki itu membuat si remaja terlihat makin panik, sesekali kerah bajunya di tarik hendak dipukul namun ada saja yg melerai. Anak remaja itu didesak dan di paksa berdamai (mempertanggung jawabkan kelalaian dan keugal-ugalannya), anak remaja itupun tak sedikitpun berkata apa-apa hanya mampu menganggukan kepala.
Apa yang dapat kita cermati dari peristiwa semacam ini, Pertama : bahwa si pedagang pentol memang selayaknya mendapat simpati dan empati, korban dari keugal-ugalan anak remaja itu (pedagang pentol) mengaku bahwa dia hanyalah buruh dagang atau mengambil upah dari berjualan saja. Total kerugian akibat peristiwa pilu itu diperkirakan mencapai Rp. 300,000,- (harga pentolan saja). Yang kedua : bahwa mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan ugal-ugalan terlebih lagi dikawasan pendidikan (lintasan anak-anak sekolah), merupakan sebuah pelanggaran terhadap aturan yang berlaku dan sangat merasahkan, tentu tindakan seperti itu memang harus di beri sanksi yang tegas. Namun sikap dan tindakan intimidasi, berkata-kata kasar (memaki, menghujat) tidak dapat di benarkan. Bagaimana orang bisa menyelesaikan atau mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan segera jika orang tersebut di buat panik dan ketakutan, padahal sikap bersahabat terhadap pelaku akan jauh lebih baik dalam menyelesaikan masalah, lebih-lebih keinginan mereka supaya kejadian tersebut di selesaikan dengan cara adat (kekeluargaan) tanpa harus melalui proses hukum (melalui kepolisian). Namun yang mereka pertontonkan di khalayak ramai adalah membantu korban dengan menciptakan korban baru. Korban baru adalah si remaja pengendara sepeda motor yakni korban kekerasan. Menurut Erna Herawati (dalam Munandar sulaeman, 2010 : 88) menjelaskan bahwa tindak kekerasan merujuk pada sebagai bentuk pemikiran, sikap, dan tindakan yang mengarah pada serangan fisik maupun mental, yang mendatangkan efek tidak menyenangkan bagi orang yang mendapatkannya dan juga menimbulkan trauma atau kesedihan bagi mereka yang mengalaminya.
Dengan demikian, kekerasan dibatasi tidak hanya sebagai bentuk tindakan yang dapat diamati secara langsung (manifest) tetapi juga pada tindakan dan proses tindakan yang tujuan kekerasannya baru dapat diamati lewat analisa lebih lanjut. Batasan ini dipilih karena asumsi penulis bahwa kekerasan dapat terjadi dalam bentuk yang paling halus, terkemas, dan terselubung, atau lebih dikenal dengan istilah kekerasan yang tersetruktur hingga yang paling manifest.

Jumat, 21 Desember 2012


Antara Cinta Dan Penguasaan

Hampir setiap orang akan mengatakan dan yakin bahwa dirinya mencintai orang lain. Sepasang kekasih mengatakan bahwa dirinya mencintai kekasihnya. Suami mengatakan bahwa ia mencintai istrinya. Guru-guru mengatakan bahwa mereka mencintai murid-muridnya. Para ibu bapa mengatakan bahwa mereka mencintai anak-anaknya. Namun tragisnya, tidak semua dari mereka tahu apa arti sesungguhnya dari kata cinta dan mencintai. Para ahli falsafah menafsirkan dan mendefinisikan dengan bertele, yang justru membuat kita kebingungan. Maka tidak heran jika kemudian setiap orang memilih untuk menafsirkan sendiri-sendiri Cinta tersebut. Dengan cara itu, setiap orang punya penafsiran sendiri tentang cinta, tanpa harus terkongkong oleh logosentrisme definisi cinta yang dibuat oleh mereka kaum intelektual.
Dari pikiran kebanyakan orang, cinta dapat dipahami sebagai sebuah rasa perhatian dan kasih sayang terhadap yang lain. Cinta adalah pancaran perdamaian, persahabatan, keakraban, kepedulian terhadap sesama. Dari pemahaman yang sederhana dan simplistis ini, cinta dapat dimasukan dalam kerangka pembentukan peradaban yang manusiawi, peradaban yang menjamin hak untuk mencintai dan dicintai, memperhatikan dan diperhatikan, mempedulikan dan dipedulikan.
Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah cinta yang begitu agung dan tulus itu sudah terjelma dalam kehidupan sehari-hari? Jawabnya adalah belum. Mengapa? Karena cinta yang selama ini ada masih diwarnai dengan naluri kepemilikan, pengaturan dan penguasaan. Dan itu kelihatannya sudah dianggap wajar dan diterima begitu saja. dari sepasang kekasih masih banyak yang mengatur atau membatasi ruang gerak kekasihnya dengan berbagai alasan, dimana ini bisa membunuh kreativiti serta produktiviti si kekasih. Dari hal tersebut, di sini dapat dilihat bahwa apa yang mereka lakukan, sebenarnya mereka ketakutan jika kuasa dan autoritinya yang tertanam dalam diri orang-orang yang mereka cintai itu pudar.
Dari aturan yang dibuat  seringkali diartikan sebagai bagian dari tanggung jawab, bagian dari perhatian, dan kepedualian. Misalanya saja tidak boleh pacarnya terlalu berlama-lama di Facebook, twitter dan jejaring sosial lainnya. Kekasihnya juga seringkali dilarang terlalu banyak keluar, misalanya ke perpustakaan, ketempat-tempat rekreasi atau ketempat temannya sendiri dengan berleluasa, paling tidak kalau mau kemana-mana kekasihnya harus wajib lapor seperti halnya seorang tersangka dalam sebuah kasus pelanggaran hukum. Tentu aturan-aturan semacam ini akan membuat kehidupan sang kekasih merasa kaku dan terbelenggu. Atau orang tua yang banyak mengikat kebebasan anak-anaknya dengan membatasi kegiatan si anak tanpa alasan yang jelas. Dari rasa cinta itu seringkali tidak sebanding dan seimbang dengan rasa kuasa yang timbul. Seorang anak atau kekasih diberi keleluasaan melalui peluang-peluang yang diikat dengan berbagai syarat yang di tentukan, tidak boleh menuntut lebih banyak. Tidak boleh bercakap terlalu banyak tentang ini dan itu, tidak boleh berbuat ini dan itu, karena boleh mengganggu hubungan harmonis. Dengan alasan demi kepentingan dan kebaikan si anak atau kekasih, kekasih atau orang tua mengatur, mengawal, menguasai, bahkan menindas, yang semua itu tidak lain adalah projeksi rasa cinta mereka terhadap dirinya sendiri, terhadap kekuasaannya.
Dari realiti di atas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa cinta yang ada selama ini selalu berbalut erat dengan kuasa. Rasa cinta selalu diiringi dengan penguasaan, pengaturan, yang justru bisa mengaburkan tentang adanya cinta. Cinta bukan lagi pengorbanan, tetapi tuntutan. Dan jika tuntutan tidak dipenuhi, seringkali terjadi kekerasan yang sangat bertentangan dengan prinsip dasar cinta yang penuh kasih dan penuh kedamaian.
Cinta yang terbalut erat dengan kuasa dan dominasi itu oleh Erich Fromm didefinisikan sebagai akibat dari pemahaman keliru tentang cinta. Selama ini, cinta dianggap sebagai sesuatu yang dapat dimiliki, dimana dari itu muncul naluri untuk mengatur dan menguasai. Cinta dalam masyarakat sekarang adalah cinta yang didasarkan pada modus memiliki dan bukan didasarkan pada modus memberi kebahagiaan.
Menurut Erich Fromm cinta harus mengandung unsur pembebasan dan pemerdekaan, bukan penguasaan apalagi penindasan. Untuk mewujudkan cinta yang membebaskan, Erich Fromm menyebutkan bahwa cinta tersebut harus memiliki elemen-elemen dasar seperti halnya “perlindungan dan tanggungjawab”, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa cinta adalah sebuah aktivitas dan bukan sebuah nafsu dimana olehnya orang terkuasai, dan bukan sebuah pengaruh (affect) yang mana orang terpengaruh olehnya. Dalam perlindungan dan tanggung jawab yang ada hanya kerelaan untuk berbuat dan berkorban, tanpa diwarnai tuntutan untuk diakui, diikuti, ditaati, apalagi ditakuti.
Perlindungan dan tanggung jawab adalah unsur asas dari cinta. Dari situlah cinta dapat dinilai, apakah yang ada memang cinta atau hanya keinginan untuk memiliki dan menguasai. Namun cinta akan membusuk dan layu jika hanya didasari pada semangat perlindungan dan pertanggungjawapan saja, tanpa diiringi dengan dua unsur lainnya, yaitu penghormatan dan pengetahuan, dimana dengan penghormatan, diharapkan cinta akan terbebas dari penguasaan, karena penghormatan menunjukkan pengakuan atas autonomi yang dicintai. Penghormatan diorientasikan untuk mengikis rasa kepemilikan dan penguasaan yang dapat muncul dari aktivitas perlindungan dan tanggungjawab.
Dari uraian di atas, kita melihat bahwa elemen-elemen dasar dari cinta boleh menjadi dasar bagi terciptanya sebuah kekuasaan yang ramah, adil dan bertanggungjawab. Jika kita disuruh memilih antara kekuasaan yang berdasarkan cinta dan kekuasaan yang berdasarkan logika kuasa, maka tentu kita akan memilih yang pertama. Hanya orang-orang ‘gila’ saja yang akan memilih yang kedua.
Kekuasaan yang berasaskan nilai-nilai cinta akan mampu mengambil hati seseorang, memenuhi keperluan dan kepentingan yang dicintainya. Sedang kekuasaan yang berasaskan atas semangat naluri kuasa hanya akan menimbulkan kesenjangan, ketidak-adilan, sentralisasi kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri. Kekuasaan yang dibangun di atas semangat kuasa hanya akan menciptakan kekuasaan ala Fir’aun, yang tega membunuh anak-anak bangsanya demi kepentingan dan kelanjutan kekuasaannya.
Jika anak atau seorang kekasih masih banyak yang menangis, berteriak dan menjerit, tidak puashati dan jengkel, maka kita patut meragukan cintanya.


Kamis, 20 Desember 2012


Wapres Hadiri Peringatan Hari Nusantara di Lombok




LOTIM - Wakil Presiden Boediono, Senin (17/12/2012) pagi ini, menghadiri peringatan Hari Nusantara 2012 yang berlangsung di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Wapres didampingi Ny Herawati Boedionono bertolak dari pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma menggunakan pesawat khusus kepresidenan BAe RJ-85, sekitar pukul 05.00 WIB tadi.
Wapres beserta rombongan tiba Bandar Udara Internasional Lombok sekitar pukul 8.00 waktu setempat. Sejumlah menteri yang dijadwalkan hadir dalam acara tersebut antara lain Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Menteri Pendidikan dan Kebudyaan M Nuh, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Tjitjip Soetardjo, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu.
Dalam peringatan kali ini, Mendikbud akan memberikan penghargaan kepada Kabupaten Lombok Timur yang telah mengembangkan pendidikan layanan khusus, serta penghargaan kepada Kabupaten Pidie (Provinsi Aceh) yang mengembangkan pendidikan inklusi.
Diserahkan pula bantuan listrik tenaga surya dan tenaga angin kepada 2 SD dan 2 SMP di Lombok Timur. Penghargaan juga diberikan di bidang kelautan dan perikanan dan bidang perhubungan.
Wapres dan Ny Herawati juga menyerahkan sejumlah penghargaan dan tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya.
Wapres juga menandatangani Prasasti Peresmian Hasil Program Nasional Rehabilitasi Ruang Kelas SD sebanyak 77.634 kelas dan SMP sebanyak 30.390 kelas. 



Kompas.com

Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts