Kamis, 07 Februari 2013


MENGECEK CORONG RAKYAT.


TIDAK ada demokrasi tanpa pemilihan umum, dan tak ada pemilihan umum tanpa partai politik. Begitulah postulat klasik yang diakui sejak kedaulatan rakyat dalam sebuah Negara dijunjung tinggi, sampai sekarang. Pertanyaannya, apakah semua partai politik secara otomatis boleh sebagai peserta pemilu?

Kalau jawabannya tidak, berarti bisa disebut mencederai semangat demokrasi. Sebab, dalam sebuah Negara yang menganut paham demokrasi, rakyat diberi kebebasan berkumpul dan berserikat termasuk membentuk sebuah partai politik. Nah, kalau ada partai politik yang tidak boleh ikut pemilu berarti ada sekelompok orang yang suaranya terabaikan. Anggota parpol tersebut tidak terwakili.

Tapi kalau jawabannya, boleh, berarti parpol yang tidak memenuhi persyaratan diperlakukan sama dengan parpol yang memenuhi persyaratan. Dan ini tentu melanggar pula asas keadilan. Sebab sebuah parpol boleh dideklarasikan berdiri walaupun belum memenuhi persyaratan secara lengkap. Bagaimana mungkin sebuah parpol layak disebut sebagai sebuah parpol, bilamana tidak memiliki modal sosial seperti jaringan (kepengurusan dari pusat sampai ke daerah), sejumlah pengurus, sejumlah anggota, keterwakilan perempuan 30 persen, dan seterusnya. Semuanya harus ada secara factual, tidak boleh hanya sekedar proforma belaka.
Agar sistem multi partai yang kita anut memenuhi kaidah-kaidah sistem kepartaian dalam sebuah Negara pada umumnya, dan ada pedoman yang jelas dan tegas (limitative), maka persyaratan sebuah partai politik kita diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Aturan-aturan dasar itulah yang dicek kebenarannya oleh KPU. Dengan demikian semua parpol yang mengikuti pemilihan umum telah memenuhi persyaratan minimal. Dengan demikian juga diharapkan, partai politik bisa memainkan fungsinya secara optimal sebagai corong rakyat, sebagai pengeras suara aspirasi rakyat, sekaligus sebagai telinga bagi pemerintah.
Dewasa ini, belum optimalnya fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan lembaga legislative (DPR dan DPRD) lebih banyak disebabkan karena kader-kader parpol yang duduk di lembaga tersebut kurang memahami kedudukan dan fungsinya. Belum optimal, bisa karena dua aspek: pertama, karena rendahnya kapasitas sehingga kurang memahami dengan baik tugas pokoknya; kedua, karena faktor integritas. Walaupun masing-masing anggota legislative telah menandatangani pakta inegritas, tapi pakta integritas itu tidak dipahami sebagai sebuah kontrak politik dengan rakyat.
Bahkan parpol sering dikambinghitamkan dan harus menanggung dosa atas kinerja anggota-anggotanya di badan legislative, apalagi berkaitan dengan isu korupsi, mafia anggaran, atau praktik-praktik illegal seperti pemerasan, permintaan upeti dan sebagainya. Parpol dianggap belum melaksanakan fungsi rekrutmen politik dengan baik sehingga mengutus kader-kadernya yang tak patut untuk duduk sebagai anggota dewan yang terhormat.
Kontroversi verifikasi atau pengecekan persyaratan parpol, memang dilematis. Ada pengamat yang menyebut keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu di luar batas-batas kewenangannya, sebab DKPP mestinya hanya mengurusi pelanggaran kode etik. Tapi DKPP punya alasan, ada praktik dissimilar process (perlakuan berbeda, ketidaktaatan azas) sehingga menimbulkan keraguan, kecurigaan, dan ketidakpercayaan.
Mau "kelompok 16", mau "kelompok 18" biarkan sajalah. Uji terakhir kelak di 2014 rakyat yang akan menentukan pilihan secara LUBER dan JURDIL. Habis perkara.



Sumber : drh.chaidir.net





0 komentar:

Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts