Jumat, 17 April 2020




Oleh : Muliadi (Pendamping P3MD  Kec. Wanasaba, Lombok Timur)



Ada jeritan tapi hening, hening seperti kematian dan setenang duka mendalam. Kita harus tidak meninggalkan mereka sendirian dengan rasa sakit mereka , mereka yang melihat orang  yang mereka cintai menghilang kedalam keheningan.
(Francesco Beschi)

Di tempat kami Kecamatan Wanasaba, pendampingan desa dengan metode, WFH (work from home) bukan jalan keluar yang solutif untuk menghindari ancaman Corona. Untuk melakukan pendampingan dan memenuhi tuntutan data yg dibutuhkan, yang kian hari kian bertambah,  kami harus turun langsung kedesa-desa, sebab tak cukup ampuh dan tak banyak membantu kecanggihan smartphon yg kami miliki, kendati sarat dengan  berbagai applikasinya. "Kita harus kejar data² itu, kita harus turun langsung" kata M. Fauzan (PDP Kec. Wanasaba).
Saya sama sekali tak takut corona, terjangkit bahkan saya mati sekalipun dalam menjalankan tugas, sebab  menjalankan tugas juga merupakan berjuang untuk menghidupi anak dan istri, orang mengatakan mati saat mencarikan nafkah buat keluarga adalah  syahid. Yang saya takutkan adalah ....andaikan saya terajangkit tentu saja saya akan menjadi distributor  bagi virus bagi anak, istri, keluarga, sahabat dan banyak orang. Dan yang paling menghawatirkan adalah andaikan saya terjangkit tanpa sengaja dan tanpa disadari merambat ke anak dan istri saya, tentu saya tak bisa membayangkan betapa anak saya yang masih berusia balita harus diisolasi, dan dikarantina.
Pada kamis 16 April, kemarin  (sekitar jam 12 siang) saya bersama Muh. Fauzan (berdua) mengejar data ke Desa Beririjarak dan Bebidas, hanya hitungan menit, sekitar 30 mnit diruang Kaur Keuangan Desa Beririjarak kami dikejutkan dengan  kabar bahwa ada salah satu warga Beririjarak berdasarkan Rapid Test diduga positif terjangkit dan akan segera dibawa ke RS Selong untuk tindak lanjut. Sejurus kemudian kami berangkat ke Desa Bebidas, diperjalanan kami harus ubah haluan dan berputar arah karena jalan pintas yang merupakan dusun terduga positif corona, telah diblokir oleh aparat dan warga setempat, tidak diperbolehkan ada yg mengunjungi dan melintasi dusun tsb.
Sesampai di Desa Bebidas tepat jam 13.30 wita kami langsung bertemu Kades, perangkat dan banyak orang lainnya, bersama sang Kepala Desa kami bicara soal data, DD, BLT juga soal Covid-19 yang memang merupakan tema Pardhu setiap kunjungan setiap desa.
Camat Wanasaba tiba-tiba datang menghantar pasien Covid yang telah sembuh dan dilengkapi dengan sertifikatnya, perbincangan soal Covid-19 sontak kian riuh dan liar seliar penularannya.
Tak sampai satu jam berlangsung, dua orang petugas PKM (puskesmas) datang menyampaikan informasi  bahwa satu lagi warga Bebidas berdasarkan Rapid Test, layak menyandang gelar "positif corona", bagai petir disiang bolong, membuat kami diruang itu tersentak, spontan suasana menjadi hiruk pikuk, tak ada yang jelas, karena mereka bicara sendiri-sendiri, terdengar ada intruksi dari  Camat ke Kades, dari Kades ke Kadus-kadus dan ke perangkat lainnya untuk segera melakukan tindakan-tindakan (penyemprotan disinfektan, blokir jalan, himbauan kewaspadaan, isolasi mandiri, contak tracing dll). Suasana semakin panas dan bising, dari raut wajah mereka tersirat kehawatiran, keresahan dan ketakutan, bagaimana tidak, warga terduga positif itu adalah tetangga Kades Bebidas sendiri (rumah berhadapan).
Hati saya mulai ciut, “saya berada di area zona merah” bisik hatiku lirih, saya hanya diam dan diam, tak mampu berkata apa-apa lagi, perasaan saya menjadi  tidak karuan, "jangan terdiam dan melamun pak adi" tegur camat wanasaba ke saya, mendengar hal itu saya hanya menganggukan kepala dan tersenyum dibalik masker yang sudah mulai bau oleh keringat.
Sekitar jam 15.30 wita, sepeda motor kami sudah mulai bergerak mengarah kerumah masing-masing, lutut saya gemetaran karena belum makan, hanya beberapa pentol bakso sebagai penjanggal lambung. Diperjalanan tiba-tiba pristiwa di Desa Beririjarak dan Bebidas menyeruak, berserakan dipikiran, syarap otak saya mulai me-rewind apa yang saya lihat dan dengar dari dua desa tsb. Dari Beririjarak teringat bahwa warga terduga Positif Covid sangat berleluasa berpergian kemana-mana, sholat berjamaah, adzan pegang mic, aktif berkunjung kerumah warga dll, sebelum terdeteksi positif, warga Bebidas itupun demikian, merupakan tetangga Kades, rutin ke masjid, mengikuti acara kenduri (begawe) didusunnya, dan yang paling sering terngiang adalah ungkapan petugas PKM, "Pak kades memang tidak pernah kontak dengan orang tersebut secara fisik, tapi orang tersebut tentu saja pernah melakukan kontak degan keluarga dan banyak orang, keluarganya juga melakukan kontak dengan orang lain dan seterusnya, jadi kita harus waspada, sangat berpotensi kita semua kena" jelas petugas KPM ke Kades Bebidas. Terbayang juga ketika saya bersalaman degan kades dan beberapa orang disana, dari seluruh rangkaian itu saya menyimpulkan bahwa potensi mengguritanya Covid-19 sangat memungkinkan, hatiku kian berdekug kencang, saya juga terbayang  tentang semua tindak tanduk orang yang saya temui, tentang apa yang sudah saya lakukan,  semua alur peristiwa hari itu semakin segar dingatan dan melintas dipikiran bolak-balik hingga melahirkan rasa takut yang luar biasa, sampai-sampai diperjalanan saya harus menghentikan laju motor saya hanya untuk tarik napas menenangkan diri sambil menacari cara bagaimana masuk rumah dengan aman.
Saya mengkhawtirkan, bahwa hari itu saya banyak kontak diwilayah merah dan pakaian saya sudah tidak sterill lagi, khawatir dan khawatir yang saya rasakan dalam perjalanan. “mana mungkin saya harus menghadiahi buah hati saya virus mengerikan” gumamku.
Saya memiliki dua anak laki-laki yang selalu menunggu-nunggu kepulangan saya, umurnya sekitar 3 dan 6 tahun, anak-anak saya begitu peka dengan suara motor saya, mereka sangat cepat mengenali dengan baik. Kebiasaan mereka, begitu mendengar suara motor saya mereka spontan bersorak riang menyambut didepan gerbang, ikut naik motor walupun hanya beberapa langkah, mereka sudah dapat memposisikan diri masing-masing,  yang paling kecil duduk didepan dan si kakak dibelakang sambil memeluk, tanpa menunggu arahan. Dan setelah itu mereka menginvestigasi saya tentang darimana dan bawa apa sembari men-sweeping kantong baju, celana, tas hingga jok motor, mereka sangat cekatan melakukan deteksi, harapan mereka tentu saja ada bawaan makanan dan minuman, selalu dan selalu begitu setiap hari setiap saya pulang.
Akhirnya, untuk menghindari hal tersebut terjadi, saya memutuskan untuk transit disebuah halaman sekolah, saya tinggalkan motor dihalaman sekolah yang tak jauh dari rumah, seluruh pakaian saya buka hanya menggunakan celana pendek memasuki halaman rumah, pintu gerbang saya suruh keponakan saya yang bukakan yang kebetulan melintas saat itu, melihat gelagat yang tak biasa, istri saya rupanya telah mengerti, saya menangkap kekhawatiran dan ketakutan juga diwajahnya, iya menjulurkan selang air dan menyuruh saya mandi diluar.
Perjalanan pendampingan hari itu menjadi catatan penting bagi saya, juga bagi teman-teman pendamping lainnya, bahwa corona mengintai, menyeringai dibalik tugas-tugas pendampingan.
Pendamping Desa....iya ......Pendamping Desa, tak banyak yang khawatir dan mengkhawatirkan tentang dirinya, padahal pendamping desa paling berpotensi sebagai agen penyebaran, juga sebagai korban berutalnya virus corona, langkahnya dari desa ke desa, dari desa ke kecamatan, bertemu dengan banyak orang setiap saat setiap hari.
Sepintas saya mencermati, mulai dari Permendes, Surat Edaran, Perbup dan sejenisnya, tidak ada yang saya temukan pernyataan yang tegas tentang perlindungan minimal kekhawatiran terhadap Pendamping desa khususnya PLD, PDP dan PDTI, apa lagi ada keperihatinan negara  dalam bentuk minimal APD (Alat Pelindung Diri) yang standar terhadap pendamping desa. Yang ada hanyalah tuntutan, harus mendampingi, memantau dan mencari serta mengumpulkan dan mengirim data, ada PKTD yang harus dipantau, PLD harus masuk menjadi anggota relawan pencegahan covid-19, memantau Verifikasi data miskin, persoalan data serta mekanisme penyaluran BLT, Laporan update penggunaan DD setiap minggu, penggunaan dana bencana harus di update setiap hari dan masih banyak lagi tumpukan tuntutan yang menggunung.



Wahai para pendamping desa, kalian tidak bisa menghindar dari tugas pendampingan kendati wabah berutal mengancam, terima saja takdirmu, tawaqqal saja pada Tuhan mu.

Suryawangi 17 April 2020 


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts