Minggu, 31 Maret 2024

 

Dipenghujung Ramadhan Nasib TPP Tak Semanis Harapan OJOL

Oleh : Muliadi
(TPP Desa - Kec. Wanasaba, Lombok Timur)


Kenapa OJOL dan KURIR layak dapat THR Kami TPP tidak ?

Sudah enam tahun saya menjadi Pendamping Lokal Desa (PLD) sejak tahun 2018, ditataran Desa, Pendamping desa adalah sosok makhluk ajaib terutama di desa-desa dampingan saya, Kenapa ajaib ?, karena disetiap ruang kosong kami selalu ada menemani Masyarakat, Pemerintah Desa maupun Lembaga dan atau Badan yang ada di masing-masing Desa, baik diminta maupun tidak diminta kami hadir,  Ruang kosong yang saya maksud adalah ketika Desa membutuhkan petunjuk, bimbingan, pertimbangan, motivasi, sugesti dan teman berpikir, pun ketika desa berada dipersimpangan jalan maka disitulah kami hadir, acap kali kami tampil berperan bak pemuka agama yang khatam kitab-kitab suci, terkadang  kami hadir sebagai penceramah, kerap kali kami melakoni peran sebagai pencerah qolbu bahkan tak jarang pula kami harus tampil memompa semangat, melakukan doktrin agar miliaran rupiah yang mengalir kedesa-desa tidak menerpa ruang kosong apalagi hanya sebatas pengisi kantong para cukong.

Mungkin terlalu berlebihan jika saya mengatakan “tak ada pembangunan jika tak ada pendamping desa”, dengan segala ketulusan jiwa dan kerendahan hati saya mohon maaf  jika kalimat ini berlebihan, ungkapan ini hanyalah keterbatasan kosa kata saya yang ingin menyampaikan bahwa setiap denyut pembangunan didesa tidak terlepas dari peran kami sebagai TPP.

Sejak Kepala desa terpilih misalnya, kami sudah mengambil ancang-ancang menyingsingkan lengan baju mendorong Kades terpilih untuk segera melakukan langkah-lankah strategis untuk mewujudkan harapan masyarakat dan merealisasikan visi misi yang sudah diumbar dalam kampanye politik sang Kades, kami mendorong terbentuknya tim penyusun RPJMDesa yang menjadi kiblat seluruh rangkaian pembangunan di desa, setelah tim terbentuk kami pun menempel seperti prangko disetiap proses dan tahapan yang dilakukan oleh tim tersebut seperti penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan, pengkajian keadaan desa, fasilitasi penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa (musyawarah khusus anak, perempuan, lansia dan siabiltias) penyusunan rancangan RPJMDesa, penyusunan rencana pembangunan desa melalui musrenbangdesa dan berbagai kegiatan-kegiatan lainnya yang tak dapat saya beberkan dalam tulisan ini. Keseluruhan kegiatan ini menguras tenaga, pikiran dan waktu, kami sudah tak peduli dengan pagi, siang, sore dan malam, yang bergayut dibenak kami adalah pemberdayaan, pendampingan, dan fasilitasi.

Dalam kegiatan pengkajian keadaan desa seperti musyawarah dusun untuk mendapatkan kondisi objektif desa dengan cara penyusunan peta sosial dan kalender musim, pemetaan aset dan potensi desa, pemutakhiran data informasi dan masalah desa serta penggalian gagasan di setiap dusun dan kelompok-kelompok masyarakat kerap kali dilakukan pada malam hari, karena pada malam hari warga masyarakat desa memiliki kesempatan waktu untuk terlibat dalam kegiatan tersebut, dan kami tetap belusukan kedusun-dusun hingga larut malam, disaat kegiatan belum usai kami harus menelpon istri untuk memeriksa dan mengunci pintu rumah dan tidur lebih dulu bersama anak-anak karna kami tak bisa pulang lebih awal.

Setelah RPJM Desa disahkan menjadi kitab suci pembangunan desa maka setiap tahunnya harus dibuka kembali untuk menyusun rencana kerja pemerintah desa (RKP Desa) dengan segala proses dan tahapannya pula tidak luput dari dampingan dan fasilitasi kami hingga kemudian diterjemahkan kedalam dokumen APB Desa sebagai arah pelaksanaan pembangunan desa, pelaksanaan perencanaan terselesaikan, kami kembali berjibaku pada proses pesiapan pelaksanaan seperti melakukan pendampingan PKPKD, PPKD, monitoring pelaksanaan dan seterusnya, ini baru hanya sekelumit, sekali lagi “hanya sekelumit” rutinitas tahunan, kita belum lagi bicara soal advokasi masyarakat, fasilitasi lembaga dan atau badan didesa, pendataan dan berbagai pernak-pernik peristiwa perdesaan, aspek ketahan sosial, ketahan ekonomi dan ketahan ekologi desa menjadi tanggung jawab moral kami sebagai TPP. Kami bukan pekerja manja yang selalu diruang tertutup duduk manis dikursi empuk dengan hembusan udara dingin dari alat Air condisiner. Dalam mengawal mata rantai pembangunan desa kadang kami harus berjemur dibawah terik matahari, ditengah pemukiman, sawah, kebun bahkan kehutan dimana ada pembangunan dilaksanakan. Bukan hanya panas sinar matahari tapi terkadang juga harus menghadapai panasnya atmosfer kekuatan politik lokal yang coba menghindari regulasi negara demi menguntungkan kelompok atau individu tertentu.

Tak semua apa yang kami lakukan dapat dilihat dan didengar orang kadang kami berjuang dijalan yang sunyi, yang hanya kami dan Tuhanlah yang tahu. Kerap kami mendapat cibiran, cacian, makian dan berbagai persepsi negative lainnya atas kinerja kami, memang kami akan selalu terlihat salah jika mereka tak dapat melihat dengan baik. Sungguhpun demikian kami juga menyadari bahwa kami hanyalah manusia yang juga punya potensi salah dan khilaf, tentu masih banyak kekurangan kami dalam menjalankan tugas dan kewajiban. Label “Tenanga Pendamping Profesional” yang disematkan ke kami selalu dibenamkan dalam lubuk hati agar dapat memproduksi kinerja yang berkualitas.

Setiap langkah ke desa, setiap kegiatan yang kami tunaikan, setiap itu pula kami laporkan melalui Daily Report Pendamping (DRP), belum lagi permintaan laporan yang disampaikan secara berjenjang, data setiap minggu, setiap bulan atas segala peristiwa pembangunan didesa melalui diberagam pintu masuk (applikasi, Web, WA, dst) dan berbagai sarana lainnya. Walaupun kami pekerja kontrakan tapi kami pekerja resmi dibawah kendali Kementerian Desa, bahkan Menteri desa Halim Iskandar menyatakan bahwa TPP adalah anak Kandung Kementerian Desa, sontak viral dan kami terharu bangga karena ada yang mengharagai walaupun hanya sebatas kata-kata.

Mencermati kinerja, peran dan posisi kami diatas, kami harus tarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan agar kami tak mengalami penurunan pengabdian ke desa-desa, Label “TPP”  yang kami sandang hanyalah Lipstik agar kami lebih gaya rupanya, bukan untuk menjadikan hidup kami lebih berjaya, bagaimana tidak, gaji kami terutama PLD dari tahun ke tahun hanyalah itu-itu saja hingga saat ini,  belum sampai menyentuh upah minimum para pekerja yang diisyaratkan undang-undang, gaji kami masih dibawah standar upah minimum provinsi. Saya tak mau sebutkan nominal gaji PLD karena saya malu pada Pendamping Sosial dibawah naungan Kementerian lain yang mendapatkan gaji jauh lebih besar dari kami padahal mereka hanya memfasilitsi Pokmas saja, kami gagah pakai baju seragam lengkap dengan logo KEMENDESAnya tapi bukan diberikan negara kami beli dari kantorg pribadi, kami bikin sendiri agar tidak dikatakan pekerja liar yang tak berinduk.

Bukan hanya soal gaji, ketika diakhir Ramadhan seringkali jiwa kami terusik ketenangannya, ketika diberbagai media sosial heboh bicara soal Tunjangan Hari Raya atau yang lebih kita kenal dengan sebutan THR. Mulai dari Karyawan swasta, buruh pabrik, penjaga ritel, pekerja swalayan semuanya dapat THR, bahkan pemerintah daerah membuka posko pengaduan jika para pekerja itu tak mendapatkan THR, meraka sebut pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berhak mendapat THR. Teman saya, tetangga saya bahkan keponakan saya yang menjadi karyawan swasta setiap jelang akhir Ramadhan selalu dapat THR, hingga suatu waktu istri saya melontarkan pertanyaan ke saya, “Kenapa Mas yang bekerja dibawah naungan kementerian tidak dapat THR ?, padahal yang karyawan toko swalayan saja, dapat dia THR” celetuknya. Saya tak menjawab karena memang tidak tau jawabannya, saya hanya bersandar dipilar teras yang sudah mulai melapuk, merenungi nasib TPP Kementerian Desa yang tak kunjung dapat THR.

Di tahun 2024 ini, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mengatakan “pengemudi ojek online (OJOL) dan Kurir berhak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) Lebaran 2024” berita yang tersiar di media cetak, elektronik dan media sosial lainnya ini bagai cambuk halilintar, yang mencabit-cabit rasa keadilan, teringatlah kami tentang label kami (TPP), tentang dimana kami bernaung (Kementerian Desa PDTT), dan tentang pengabdian kami yang tak kenal waktu, dan kenapa kami tak mendapatkan THR ?

Walau nasib kami tak semanis OJOL dan KURIR, tapi diantara Membangun Desa dan Desa Membangun disitulah kami tetap berdiri.

Mereka punya harapan karena ada Kementerian yang mendorong mereka untuk membayar THRnya, kami TPP hanya diupyakan agar gaji kami keluar sebelum Idul Fitri, itu saja.


Salam Berdesa

















 

 


Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts