Muliadhi Adhi + Jumaidin Mustafa Kabi |
PENDIDIKAN TINGGI DAN EKSISTENSI
MAHASISWA INTELEKTUAL KRITIS
DALAM BUDAYA KAPITALIS
Oleh :
Jumaidin
Mustafa Kabi
( Mahasiswa
STKIP Hamzanwadi Selong Prodi Sosiologi )
“Modal intelektual
adalah materi intelektual, Pengetahuan, Informasi, Hak Milik intelektual,
Pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan”.
(Stewart :
1998)
Dehumanisasi Pendidikan
Pendidikan tinggi pada hakikatnya merupakan lingkungan hidup yang bernalar
untuk memanusiakan manusia sesuai dengan citra manusia kini. Dengan demikian
akan membentuk mahasiswa menjadi manusia intelektual yang mampu dan sanggup
menjadi manusia demi manusia lain dalam
lingkup profesinya masing-masing.
Senada dengan ungkapan di atas, Drost Agus Suwigyo, (2008: 3-4) menegaskan
bahwa memanusiakan manusia sebagai inti pendididikan. Proses pemanusiaan
manusia menjadikan kemandirian individu bersangkutan tetapi juga “demi
masyarakat karena manusia itu demi manusia lain”. Masih ditemukan nama-nama
lain yang gagasan–gagasan pokoknya tentang pendididkan dapat dirujuk. Misalnya
Paulo Friere memaklumkan pendidikan sebagai proses penyadaran. Ivan Ilich
menganggap pendidikan sebagai suatu proses hidup bersama (sebuah komunitas).
Namun demikian di era kontemporer saat ini fakta menunjukkan bahwa banyak
manusia yang tidak lagi menunjukkan kadar kemanusiaan; tidak punya malu, tidak
peka, solider, dan tidak rasional. Bahkan banyak orang yang berpendidikan tapi
tidak terdidik, dapat mendengar tapi tidak mendengarkan, kaya harta, miskin
cinta, ningrat gaya hidupnya tapi bejat perilakunya. Di tengah
ketidakmanusiawian manusia, harapan pada dunia pendidikan untuk mempelopori
proses pemanusiaanpun pupus sebab dunia pendidikan telah menjadi bagian dari
dehumanisasi karena berbagai kepentingan. Maka jika pendidikan memang dunia
pendidikan memang dipahami sebagai proses menjadikan manusia manusiawi yang
terpenting adalah perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena gagasan
pendidikan sebagai humanisasi akan akan ditempatkan dalam kerangka mmenuju
revolusi kebudayaan, maka harus dibuang jauh-jauh pemahaman dan pendefinisian
pendidikan sebagai sekolah, lembaga kejuruan atau kampus. Pendidikan adalah
perkara setiap orang dan setiap pihak meskipun memang ada pembagian porsi
tanggung jawab dan peran.
Pemanusiaan dalam kerangka revolusi kebudayaan hemat saya adalah akan
sangat strategis dan harus dimulai dari kemampuan pembenahan diri setiap
individu manusia yang membentuk kebudayaan itu. Individu agen kebudayaan kita
tiada lain adalah saya dan setiap diri kawan-kawan. Saya memilih revolusi dari
diri sendri sebagai pintu masuk ke pintu revolusi masyarakat; revolusi
mentalitas diri sendiri sebelum revolusi ke mentalitas bangsa. Revolusi diri
sendiri merupakan agenda yang realistis dan tidak sekedar omong besar, seperti
yang telah kita dengar dan telah kita saksikan.
Eksistensi Dan Tipologi Mahasiswa.
Mahasiswa merupakan sekelompok elit intelektual yang berkecimpung di dunia kampus. Kampus
bagi mahasiswa merupakan lingkungan untuk menempa berbagai pengalaman aktual,
pembentukan pemikiran yang ilmiah, dan wahana pengujudan propensitas (tingkah
laku) yang progres dalam menciptakan suatu perubahan. Atau dengan kata lain
kampus bagi mahasiswa adalah sarana pembentukan karakter dan aktualisasi jati
diri sebagai agen perubahan (agen of
change) dan agen control (agen of
control), untuk siap menjadi yang terdepan dalam setiap upaya rekonstruksi
tatanan kampus, lingkungan masyarakat dan tatanan bangsa yang lebih baik dan
lebih maju.
Dinamika mahasiswa dalam sejarahnya membuktikan bahwa mahasiswa telah
banyak menciptakan peristiwa sejarah sehingga eksistensi mahasiswa begitu
berarti dan bersejarah dalam rekonstruksi pembagunan bangsa, yang tidak mudah
terlupakan oleh siapapun yang sempat memikirkan siapa dan bagaimana dan
sesungguhnya eksistensi mahasiswa di negeri ini. Peristiwa dan prestasi sejarah
itu sebut saja perjuangan melawan penjajah, melenyapkan PKI dan perjuangan
meruntuhkan rezim orde baru dan masih banyak peristiwa lain yang begitu indah
untuk dikenang sebagai refleksi semangat idealis mahasiswa yang kontemporer.
Peristiwa sejarah itu bukanlah suatu prestasi yang diperoleh semudah membalikkan
telapak tangan akan tetapi lahir dari keringat darah mahasiswa khususnya mahasiswa intelektual kritis yang senantiasa
respek terhadap kondisi sosial (social
condition) kendatipun hanya demi suatu keadilan demi sebuah kebenaran, dan
demi kemashalatan. Tapi, itulah semangat idealisme mahasiswa. Sehingga tidak
mengherankan mahasiswa tidak pernah sepi dari perbincangan elemen bangsa, baik
elemen partai politik, elemen birokrat, maupun elemen masyarakat biasa. Karena
pada elit intelektual inilah masyarakat bangsa menaruh harapan. Lalu
bagaimanakah kiprah mahasiswa intelektual kontemporer?, adakah harapan kepada
mereka untuk melakukan gerakan pembaharuan demi suatu kemashalatan umat, bangsa
dan negara?
Pertanyaan-pertanyaan tidaklah mudah untuk dijawab begitu saja akan tetapi
terlebih dahulu penting kiranya untuk memahami tipologi mahasiswa kontemporer.
Didalam berbagai literatur sangatlah sulit bahkan jarang ditemukan penjelasan
atau uraian secara spesifik tentang tipologi mahasiswa. Kendatipun di lingkungan
perguruan tinggi atau kampus yang merupakan pusat aktivitas mahasiswa (central of study activity) lazim
terdengar mahasiswa organisatoris, mahasiswa akademis, dan mahasiswa romantis.
Namun demikian, sebutan tersebut hal yang klasik terdengar dan terus
diwacanakan kebanyakan mahasiswa di lingkungan kampus. Oleh karena itu
berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis selama 4 tahun berkiprah sebagai mahasiswa,
eksistensi mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi dapat diklasifikasikan
kedalam tiga (3) tipologi mahasiswa diantaranya : Mahasiswa intelektual kritis,
mahasiswa intelektual birokratis, dan mahasiswa hedonis.
Mahasiswa intelektual kritis adalah kelompok mahasiswa yang secara
kelembagaan tidak menduduki jabatan
struktural di tataran organisasi internal kampus, mulai dari BEM, HMPS hingga
pada organisasi–organisasi internal lainnya. Tipologi mahasiswa ini bebas
mengkritisi setiap realitas lingkungan kampus maupun realitas diluar kampus
yang bertentangan dengan idealismenya. Karena tidak terikat dengan unsur apapun
selain menjadi seorang mahasiswa dan secara organisatoris kesejahteraan
organisasinya tidak berada di perguruan tinggi, manakala ada persoalan penting
yang menyangkut kesejahteraan mahasiswa ataupun dalam rangka rekonstruksi
tatanan kampus yang lebih maju, transparan, dan akuntabel.
Mahasiswa intelektual birokratis, tipologi mahasiswa ini adalah sekelompok
mahasiswa yang secara struktural kelembagaan ditataran kampus memegang
jabatan-jabatan struktural pada setiap organisasi-organisasi internal kampus
dan secara birokratis dan implementasinya mahasiswa dalamm tipologi ini memilki
kedekatan emosional yang cukup baik dengan pihak perguruan tinggi karena walau
bagaimanapun mereka selalu berkoordinasi kepada pihak perguruan tinggi di
setiap kegiatan keorganisasiannya dan kesejahteraannya menjadi tanggung jawab
pihak perguruan tinggi. Pertanyaan kita adalah, sanggup dan mampukah mereka
mengkritisi setiap kebijakan perguruan tinggi yang tidak berpihak kepada
mahasiswa? Sementara secara emosional mereka sudah tidak memiliki jarak dengan
pihak perguruan tinggi sebagaimana hubungan seorang ayah dan anak.
Mahasiswa hedonis, mahasiswa tipologi ini adalah mahasiswa yang
mengedepankan gaya hidup mewah dan hura-hura, serta yang secara intelektualitas
mereka memilki cara berpikir yang rendah atau kurang memilki kemampuan berpikir
kritis, inovatif dan kreatif, aktifitasnya hanya berkutat pada 4 K + 3 DP yaitu
: Kamar, Kampus, Kantin, Kencan + Datang, Duduk, Diam dan Pulang. Jika
diterminologikan 4K+ 3 DP secara medis rumus ini merupakan virus endemi yang
jika penularannya merajalela kepada setiap entitas mahasiswa akan membahayakan
tubuh bangsa ini. Bangsa ini tergerogoti sistem kekebalannya terhadap
imperialisme negara adidaya karena sudah kehilangan generasi kritis sebagai
tonggak penerus pelanjut sejarah kepemimpinan bangsa. Sebagai mahasiswa akankah
kita seperti ini ataukah kita telah berada dalam kategori mahasiswa yang
disebut hedonis?”
Idealisme Mahasiswa Intelektual Kritis dalam Budaya
Kapitalis.
Mahasiswa intelektual dalam eksistensinya ditengah hiruk pikuk kehidupan
akademis maupun diranah publik idealnya laksana pisau yang mampu merentas
segala kebiadaban, kepalsuan, keserakahan, pengingkaran terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan penghianatan terhadap keadilan. Namun demikian dalam kehidupan
akademis maupun kehidupan praktis mahasiswa intelektual kritis dihadapkan pada
dua monster idealisme yakni idealisme materialis Carl Marx dan idealisme Max
Weber. Idealisme materialis Carl Marx dengan tendensi utama adalah materi untuk
mencapai kepuasaan sedangkan idealisme Max Weber mengajarkan kekayaan ide
merupakan hal yang ideal dalam mewujudkan perubahan.
Ketika mahasiswa intelektual kritis dirasuki oleh idealisme materalis maka
mahasiswa tersebut akan kehilangan tongkat dan terenggut nyalinya dalam
perlawanan terhadap segala bentuk kezoliman. Semangat patriotis dan nasionalis
akan pupus bergelimang kepalsuan, karena yang tersirat dalam benak mereka
adalah kemewahan dan kepuasan materi. Sementara itu sekelompok mahasiswa
intelektual kritis yang dasar pemikirannya berkiblat kepada idealisme Max Weber
yang meyakinkan bahwa kekayaan ide merupakan hal yang ideal dalam mewujudkan
perubahan, mereka tak henti-hentinya melakukan perlawanan atas setiap tindakan
yang bertentangan dengan idealisme mereka yang tentunya untuk kemashalatan umat
dan bangsa. Namun mencari sosok mahasiswa intelektual kritis yang masih memilki
idealisme murni di era sekarang ini bak satwa langka yang harus dijaga dari
kepunahan karena kelestarian keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran tergantung
intervensi kaum intelektual muda ini.
Tertinggal sebilah pertanyaan,
benarkah benih strategi perubahan secara persuasif hanya tumbuh di dada dan
benak para mahasiswa intelektual kritis?. Kalau benar, mengapa demikian?.
Sejatinya, manusia dan kebudayaan dalam fitrahnya bergerak menuju kemajuan.
Untuk maju, mahasiswa intelektual kritis harus mampu berimajinasi, berkhayal
dan membangun impian tentang ideal hidup di suatu bentangan kehidupan di masa
yang akan datang. Mahasiswa intelektual kritis adalah mahasiswa yang kaya akan
imajinasi. Suatu bangsa akan berjalan di tempat bila intelektual mudanya miskin
akan imajinasi.
Di negeri ini, ketika kebebasan intelektual diarahkan
pada kebebasan menerima satu asas tunggal Pancasila versi penguasa rezim orde
baru, lahir banyak seniman, aktivis, dan jurnalis yang kaya akan imajinasi soal
keindahan dan keberagaman, keunikan dalam kemajemukan dan kebebasan yang
bertanggung jawab. Mereka kaya das sollen
(yang seharusnya yang kita inginkan) tentang perubahan menuju dimensi baru
dan menawarkan suatu ruang laboratorium demokrasi di negeri ini.
Sayang beribu sayang, das sein (yang nyata, yang terjadi),
imajinasi tentang perubahan atau lahirnya negeri yang adil, makmur dan
sejahtera setali tiga uang dengan ramalan datangnya zaman Ratu Adil Versi Mpu
Tantular dalam buku Sutasoma. Perubahan itu penting, tetapi tak kalah penting menjaga kepercayaan. Butir kata
mutiara yang dilupakan kaum aktivis yang berkiprah lewat berbagai LSM di negeri
ini. Ketika reformasi bergulir, ideal dandanan negara demokratis yang bebas korupsi
disandarkan masyarakat luas pada bahu LSM benar-benar buyar.
Perjalanan waktu terungkap, strategi perubahan meraih idealisme yang sering
diusung kalangan LSM atau organisasi non pemerintah sering kandas di tangan
para aktivis itu sendiri. LSM ditengarai kehilangan orientasi perjuangan mereka.
Rakyat negeri inipun kehilangan kiblat harapan mereka akan sosok pejuang
demokratis ketika kalangan LSM dan aktivis berburu kursi kekuasaan. Akhirnya
sayang beribu sayang ”otak-otak mereka yang cerdas kalah dengan godaan uang”.
Di zaman carut marut ini, kemiskinan, penderitaan, kegundahan hati dimaknai
secara material. Manusia dalam segala segi kehidupannya dipotret dalam bingkai
ukuran. Lantas manusia global saat ini terjebak melihat fakta hidup seperti
angka statistik atau laporan survey lembaga tertentu. Sedangkan hal-hal yang
tak tampak, irealitas, hipperealitas, sangat batiniah, rohaniah atau absurd
diabaikan. Bukan bagian dari hidup manusia yang sesungguhnya.
Akibat langsung, ketika hal material diagungkan menjadi kenyataan maka
imajinasi terkubur dan akhirnya manusia tak berani bermimpi lagi tentang
perubahan karena memang telah mati daya impiannya. Sisi tragis ini telah
dialami anak-anak negeri yang kehilangan imajinasi. Banyak film hiburan tentang
dunia setan dan sinetron yang glamor di televisi menjadi indikator terakurat
bahwa banyak anak bangsa yang terobsesi membangun kesejahteraan tanpa fondasi
idealisme, cita-cita, impian, kerinduan, atau hasrat hati tanpa kerja keras dan
kemauan baik bertumbuh dengan sesama. Inilah proses alienasi atas hidup ketika
bidang intelektual dan rohaniah terpasung.
Ditengah arus informasi kekinian praktek kapitalis telah menjdi bagian yang
terintegral pada kelompok elit berkuasa atas modal. Yang kemudian kekuasaan itu
mampu melumpuhkan dan mengikis semangat idealisme elit intelektual yang
senantiasa memperjuangkan nasip orang-orang tertindas. Budaya kapitalis dalam
eksistensinya bertujuan untuk modal sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana
idealisme mahsiswa intelektual kritis yang terperangkap oleh budaya kapitalis, mampukah
mereka melumpuhkan gerakan kapitalis itu sementara disisi lain mereka
menghrapkan materi?, masihkah mereka idealis sebagaimana layaknya mahasiswa
intelektual kritis?
Pesan singkat
untuk para aktifis
(SMS untuk para
aktifis)
Karya :
Jumaidin M.K
Kau para
aktifis................
Kau para
aktifis.................
Perjuangan mu
harapan umat,
Perjuangan mu
harapan bangsa
Perjuangan mu
harapan orang-oran tertindas
Jkau hadir
ditengah keserakahan
Kebiadaban dan
kegelapan kemanusiaan
Kau bagaikan
pisau yang merentas segala kepalsuan
Kebuadaban dan
keserkahn parasit-parasit demokrasi di negeri ini
Idealismemu
idealisme murni
Suaramu suara
kebenarabn
Gerakan mu
gerakan pembebasan
Musuhmu adalah
penindasan
Bangkitkan
semangat juangmu di bawah bendera kebenaran
Lakukan perubahan
yang berperi kemanusiaan
Jangfan biarkan
idealisme mu tercoreng oleh ,materialis kapitalis
Kesuksesan mu
adalah do’aku untukmu para aktifis.......!!!
0 komentar:
Posting Komentar