Disela waktu
luangku, inginku curahkan isi hatiku dalam goresan tinta kecil untuk menulis
kisah waktu itu. Berharap kau akan membaca tulisan ini sambil tersenyum
mengingat kisah itu. Untukmu wanita yang kau berikan julukan Wanita Polos.
aku
hanya ingin menyampaikan rinduku untukmu yang telah lama pergi waktu itu. Tak
apalah jika tulisan ini bercerita tentang kisah antara anak muda yang ada di
desa itu dengan seorang mahasiswi yang sedang melaksanakan KKeN. Bukan untuk
memamerkan pada dunia. Tapi untuk membuktikan bahwa kisah itu hanya sekedar
igauanku saja.
Tulisan
ini bukan motivasi atau sekedar inspirasi, tapi hanya sekedar ungkapan hati
yang terpanggil dari panggilan jiwa yang harus disampaikan lewat narasi yang
tak terlalu panjang ini. Aku tak ingin memendam kisah ini. Yang ku inginkan
hanyalah berbagi cerita dengan pembaca yang setia. Tak hanya itu. Lewat tulisan
ini mewakili diriku sendiri mengucapkan terimakasih.Iya, terimakasih atas
cerita pendek yang kau lukiskan dalam hidupku.
Unram
siapa yang tak kenal nama kampus itu? Kampus yang sering melaksanakan KKN
didesaku. Kata KKN sudah tak menjadi asing lagi terdengar di telinga masyarakat
ialah program dari kampus dengan tujuan aktualisasi terhadap nilai Tri Darma
Perguruan tinggi. Namun, tak sedikit mahasiswa yang menimbulkan Adagium
“Diam-Diam, Menyelam” sering terjadi pada mahasiswa yang sedang KKN.
Banyak
kenangan yang terlukiskan dalam moment itu. Untuk para spesies jomblo menjadi
hal yang wajar dirasakan, saat kerapuhan hati itu terjadi sedikit menguras
kesedihanku. Bagaimana Tidak itu terjadi? Jarak dan Waktu tidak lagi
berpihak kepadaku.
Ketika raga ini tak lagi berjumpa. Sedang rindu itu
menggebu-gebu mengiris kalbu. Merintih menginginkan semua itu kembali lagi.
Bukan ingin tak lagi menggubrisnya dalam ingatanku, aku hanya ingin sejenak
melupakanmu meski tak bisa.
Tak jarang dalam kegiatan KKN selalu terdengar kisah
cinta lokasi. Oh, No!! Semoga tidak terjadi juga padamu. Ya, aku tahu, kehidupan
bersama dalam empat puluh lima hari tidak mudah dilupakan. Setiap moment
bersama adalah suatu hal manis yang akan dirindukan. Bahkan banyak raga yang
menemukan pasangannya disana. Dan hal ini yang membuatku selalu bertanya,
masihkah utuh kisah itu dalam ingatanmu?
Raga kita memang saling berjauhan. Di antara bentangan Jalan
dan harus merasakan lelah dalam melangkah. Menempuh kilometer untuk
menghampirinya. Namun percayalah, suryawangi pernah menjadi saksi atas kisah
itu, arah kiblat yang sama akan menyatukan kita dalam do’a. Tak peduli betapa
jauhnya kaki melangkah untuk menghampirimu, semoga doa yang tersampaikan akan
membuatmu melupakan kisah yang pernah ada itu. Sabarku menjadi simpul erat
dalam penantianku.
Taukah engkau
rindu itu? Aku mendeskripsikannya saat sedang melihat tempat yang sementara kau
hinggapi waktu itu seakan aku sedang memandangmu, namun kenyataannya hanya igauanku
saja. Aku mencoba mendeskripsi seperti itu. Bagiku tak ada bedanya. Kau ada
disini atau tidak, bayangmu selalu menghantuiku.
Waktu
terus berjalan. Aku merasakan ketika aku menulis tulisan ini aku seperti
seorang penyair yang sedang menyampaikan isi hati lewat syairnya. Tapi aku
sadar aku sekedar makhluk biasa ciptaan tuhan yang ingin menyampaikan rindu
lewat tulisan ini. Segera tunaikan tugas muliamu, dan kau gapai cita-citamu.
Aku tak ingin kau selalu rindu dengan kisah suryawangi itu.
Penulis Adalah Sekretaris Karang Taruna Surywangi dan Ketua Devisi Promosi dan Publikasi Pokdarwis