Kamis, 03 Maret 2022

 

 


TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Menyimak apa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa membangun Indonesia dari pinggiran yaitu desa, diselesaikan di desa dan keberhasilan agregatnya dirasakan oleh level atasnya. Ini sangat beralasan karena desa merupakan wujud bangsa yang paling konkrit. Pada level desa inilah kolektivitas masyarakat dibentuk, tempat untuk menata ulang government yang pada intinya adalah mempertaruhkan kebangsaan kita.

Namun di atas bangunan sosial desa ini juga berdiri perangkat kehidupan modern atau nation state (negara bangsa), yang pada akhirnya nasib desa pun tak luput dari intervensi negara. Dengan adanya intervensi negara ke dalam sebagian besar aspek kehidupan masyarakat berdampak pada melemahnya kemandirian dan kemampuan masyarakat khususnya di desa. Pasca implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tentunya membawa harapan adanya perubahan dalam meningkatkan kesejateraan warganya melalui perbaikan kualitas sumberdaya manusia, penanggulangan kemiskinan serta penyelenggaraan pelayanan sosial dasar.

Berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dari 74.961 desa di Indonesia, Desa Sangat Tertinggal pada tahun 2019 5,14% (3.536 desa).

Tahun 2020 jumlahnya menurun yakni sebesar 3,53% (2.466 desa).

Tahun 2021 meningkat menjadi sebesar 6,75% (4.985 desa).

Desa Tertinggal pada tahun 2019 5,61% (17.626 Desa).

Tahun 2020 meningkat menjadi 19,96% ( 13.961 Desa).

Dan tahun 2021 menjadi 16,49% (12.177 Desa).

Desa Berkembang tahun 2019 sebanyak 55,47% (38.185 desa).

Tahun 2020 sebesar 57,01% (39.866 desa)

Tahun 2021 sebesar 51,57% (38.086 desa).

Desa Maju tahun 2019 sebesar 2,56% (8.647 desa).

Tahun 2020 sebesar 17,01% (11.899 desa).

Dan tahun 2021 sebesar 20,75% (15.324).

Sedangkan Desa Mandiri pada tahun 2019 sebsar 1,22% (840 desa).

Tahun 2020 sebesar 2,49% (1.741 desa).

Dan tahun 2021 sebesar 4,44% (3.278 desa).

Padahal fakta yang ada bahwa anggaran yang digelontorkan ke desa dalam bentuk Dana Desa selama kurun waktu sewindu pun belum secara signifikan merubah wajah desa. Adapun rincian dana desa yang telah disalurkan sejak tahun 2015 sebesar Rp20,8 triliun. Pada 2016 sebesar Rp46,7 triliun, pada 2017 sebesar Rp59,8 triliun, pada 2019 sebesar Rp69,8 triliun, pada 2020 sebesar Rp71,1 triliun, dan pada 2021 sebesar Rp72 triliun. Bila dilihat besaran jumlahnya yang setiap tahun mengalami peningkatan sejatinya juga diikuti dengan perubahan-perubahan di desa yang setiap tahunnya seharusnya juga mengalami peningkatan. Di samping itu kasus korupsi setiap tahunnya juga meningkat (hasil pemantauan Indonesian Corruption Watch/ICW, tercatat 181 kasus korupasi dana desa dengan kerugian negara sebesar Rp. 40,6 miliar).

Masih adanya desa dengan status desa sangat tertinggal dan tertinggal serta masih tingginya korupsi dana desa menunjukkan kegagalan tata Kelola pemerintahan desa Hal ini juga berarti bahwa peran pemerintah desa serta kelembagaannya belum berfungsi secara optimal dalam membawa perubahan. Berdasarkan beberapa fenomena tersebut dan beberapa hasil penelitian, yang menjadi entry point disini adalah gagalnya tata Kelola pemerintahan tersebut. Salah satunya adalah masih kuatnya “intervensi negara” dalam hal ini adalah pada proses pembangunan yang terjadi, didalamnya terdapat program pembangunan yang merupakan milik pemerintah tingkat atasnya (provinsi, kabupaten/kota bakan pusat). Masyarakat hanya menjadi penikmat dan penerima hasil pembangunan sebagai akibat dari proses pembangunan yang bersifat instruktif karena terikat pada aturan-aturan serta target pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pemerintah desa hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai domain dari program pembangunan yang telah diatur dalam berbagai regulasi. Untuk penggunaan dana desa sebutlah setiap tahunnya dibuat Peraturan Menteri Desa dengan arah kebijakan yang berbeda setiap tahunnya lengkap dengan nomeklatur yang akan dikerjakan oleh desa. Hal lain yang juga mempengaruhi adalah masih terbatasnya kemampuan dan keterampilan para aparat desa dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada. Pemerintah malah mengklaim bahwa dana desa berhasil meningkatkan pembangunan desa, menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini merupakan suatu keniscayaan, khususnya pada penyelenggaraan pemerintahan desa.

Demokrasi dalam tujuannya membentuk penyelenggaraan negara yang demokratis, dimana konsep good governance kemudian dirasakan tidak cukup lagi dalam menjembatani kebutuhan untuk menumbuhkembangkan iklim demokrasi pada penyelengaaraan pemerintahan. Padahal pada hakikatnya term governance merupakan ekspresi akan kebutuhan sistem dalam administrasi publik modern sehingga pada akhirnya, kebutuhan akan interaksi dari seluruh pemangku kepentingan yang memungkinkan mengakomodir seluruh keinginan, kebutuhan serta kepentingan warga secara berkualitas memunculkan serangkaian isu mengenai public governance yang lebih demokratis. Sehingga menimbulkan pemikiran bahwa new government lebih cocok dengan konsep akuntabilitas dan demokrasi. Demokrasi merupakan ruh pembentuk peran negara yang termanifestasi melalui birokrasinya sebagai instrument dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan kebijakan publik yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan publik (Gawthrop, 2002).

Warga negara dan pejabat publik diharapkan bekerja bersama-sama untuk menentukan dan menyelesaikan masalah bersama dalam suatu cara yang sifatnya kooperatif dan menguntungkan kedua belah pihak (Denhardt & Denhardt, 2007). Dari

kedua statement ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas demokrasi secara langsung juga berdampak pada fundamental penyelenggaraan pemerintahan. Proses

pembangunan di desa yang dimulai dengan musyawarah di tingkat dusun untuk menggali kebutuhan-kebutuhan warganya sampai dengan dilaksanakannya musyawarah perencanaan pembangunan untuk menetapkan rencana kegiatan pemerintah desa sebenarnya telah mencerminkan berjalannya proses demokrasi di desa.Namun disayangkan karena pemerintah desa masih terformat dengan berbagai regulasi yang ada. Sangat sedikit yang bisa membuat program sesuai dengan situasi,

kondisi serta kebutuhan warganya.

Dengan demikian usaha pelibatan dan pemberdayaan masyarakat serta perang melawan kemiskinan dan kesenjangan masih harus menjadi agenda penting dalam kegiatan pembangunan. Dan kegiatan pembangunan desa sangat relevan untuk ditempatkan sebagai prioritas pelayanan publik dan kebijakan publik dalam mendukung kesuksesan pembangunan nasional.(*)

 

Oleh: Dr. Nani Harlinda Nurdin, M.Si

Doktor Administrasi Publik

Dosen Universitas Indonesia Timur,

Praktisi Pemberdayaan Masyarakat Desa (Tenaga Pendamping Profesional Indonesia)


Sumber : Tribun-Timur.com


Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Nani Harlinda Nurdin: Demokratisasi dan Kesuksesan Pembangunan Desa, https://makassar.tribunnews.com/2022/02/17/nani-harlinda-nurdin-demokratisasi-dan-kesuksesan-pembangunan-desa?page=all.

 


0 komentar:

Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts