Oleh : Muliadi (Pendamping P3MD Kec. Wanasaba, Lombok Timur)
Ada
jeritan tapi hening, hening seperti kematian dan setenang duka mendalam. Kita harus tidak
meninggalkan mereka sendirian dengan rasa sakit mereka , mereka yang melihat
orang yang mereka cintai menghilang
kedalam keheningan.
(Francesco Beschi)
Di tempat kami Kecamatan Wanasaba, pendampingan
desa dengan metode,
WFH
(work from home)
bukan jalan keluar yang solutif untuk menghindari ancaman
Corona. Untuk melakukan
pendampingan dan memenuhi
tuntutan data yg dibutuhkan, yang kian hari kian
bertambah, kami harus
turun langsung kedesa-desa,
sebab
tak cukup ampuh dan tak banyak membantu kecanggihan smartphon yg kami
miliki, kendati
sarat dengan berbagai
applikasinya. "Kita harus
kejar data² itu, kita harus turun langsung"
kata M. Fauzan (PDP Kec. Wanasaba).
Saya
sama sekali tak takut corona, terjangkit bahkan
saya mati sekalipun dalam menjalankan tugas, sebab menjalankan tugas juga merupakan berjuang untuk menghidupi
anak dan istri, orang mengatakan mati saat mencarikan nafkah buat keluarga adalah syahid.
Yang saya takutkan adalah ....andaikan saya terajangkit tentu saja saya akan
menjadi distributor bagi
virus bagi anak, istri, keluarga,
sahabat dan banyak orang. Dan yang paling menghawatirkan adalah andaikan saya terjangkit tanpa sengaja dan tanpa disadari merambat ke
anak dan istri saya, tentu saya tak
bisa membayangkan betapa anak saya yang masih berusia balita harus diisolasi, dan dikarantina.
Pada kamis 16 April, kemarin (sekitar jam 12 siang) saya bersama Muh. Fauzan (berdua)
mengejar data ke Desa Beririjarak
dan Bebidas, hanya hitungan menit,
sekitar 30 mnit diruang Kaur Keuangan Desa Beririjarak kami dikejutkan dengan
kabar bahwa ada salah satu warga Beririjarak berdasarkan Rapid Test diduga positif
terjangkit dan akan segera dibawa ke RS Selong untuk tindak lanjut. Sejurus
kemudian kami berangkat ke Desa Bebidas, diperjalanan kami harus ubah haluan dan berputar arah karena jalan pintas yang merupakan dusun
terduga positif corona, telah
diblokir oleh aparat dan
warga setempat, tidak diperbolehkan ada yg mengunjungi dan melintasi dusun tsb.
Sesampai di Desa Bebidas tepat jam 13.30 wita kami langsung bertemu
Kades, perangkat dan banyak orang lainnya, bersama sang
Kepala Desa kami
bicara soal data, DD, BLT juga soal Covid-19 yang memang merupakan tema
Pardhu setiap kunjungan setiap desa.
Camat Wanasaba tiba-tiba datang menghantar pasien Covid yang telah sembuh dan dilengkapi dengan sertifikatnya, perbincangan
soal Covid-19 sontak kian riuh dan
liar seliar penularannya.
Tak sampai satu jam berlangsung, dua
orang petugas PKM (puskesmas) datang menyampaikan
informasi
bahwa satu lagi warga Bebidas berdasarkan Rapid Test, layak menyandang gelar "positif
corona", bagai petir disiang bolong,
membuat kami diruang itu tersentak,
spontan suasana menjadi hiruk pikuk, tak ada yang jelas, karena mereka bicara
sendiri-sendiri, terdengar ada
intruksi dari Camat ke Kades, dari Kades ke Kadus-kadus dan ke perangkat lainnya untuk segera melakukan tindakan-tindakan
(penyemprotan disinfektan, blokir jalan, himbauan kewaspadaan, isolasi mandiri,
contak tracing dll).
Suasana semakin
panas dan bising,
dari raut wajah mereka tersirat kehawatiran, keresahan
dan ketakutan, bagaimana tidak, warga terduga positif itu adalah tetangga Kades Bebidas sendiri (rumah berhadapan).
Hati saya
mulai ciut, “saya berada di area zona merah” bisik hatiku lirih, saya hanya diam dan diam, tak mampu
berkata apa-apa lagi,
perasaan saya menjadi tidak karuan, "jangan terdiam dan melamun pak adi" tegur camat
wanasaba ke saya, mendengar hal itu saya hanya menganggukan kepala dan tersenyum dibalik masker yang sudah mulai bau oleh keringat.
Sekitar jam 15.30 wita, sepeda motor kami sudah mulai bergerak mengarah kerumah
masing-masing,
lutut saya gemetaran karena belum makan, hanya beberapa pentol bakso sebagai penjanggal lambung.
Diperjalanan tiba-tiba
pristiwa di Desa Beririjarak
dan Bebidas menyeruak,
berserakan dipikiran, syarap otak saya mulai me-rewind apa yang saya lihat dan dengar dari dua desa tsb. Dari
Beririjarak teringat bahwa warga terduga Positif Covid sangat
berleluasa berpergian kemana-mana, sholat berjamaah, adzan pegang mic,
aktif berkunjung kerumah warga dll, sebelum terdeteksi positif, warga Bebidas itupun demikian, merupakan tetangga Kades, rutin ke
masjid, mengikuti acara kenduri (begawe) didusunnya, dan yang paling sering terngiang adalah ungkapan petugas PKM, "Pak kades memang tidak pernah kontak dengan orang tersebut secara
fisik, tapi orang tersebut tentu
saja pernah melakukan
kontak degan keluarga dan banyak orang, keluarganya
juga melakukan kontak dengan orang lain dan seterusnya, jadi kita harus
waspada, sangat berpotensi kita semua kena" jelas petugas KPM ke Kades
Bebidas. Terbayang juga ketika saya bersalaman degan kades dan beberapa orang disana, dari seluruh rangkaian itu saya menyimpulkan bahwa potensi mengguritanya Covid-19 sangat memungkinkan, hatiku kian berdekug kencang, saya juga
terbayang tentang semua tindak tanduk orang yang saya temui, tentang apa yang sudah saya lakukan, semua alur peristiwa hari itu semakin segar dingatan dan melintas dipikiran bolak-balik hingga melahirkan rasa takut yang luar biasa, sampai-sampai diperjalanan saya harus menghentikan laju motor saya hanya untuk tarik napas menenangkan
diri sambil menacari cara bagaimana masuk rumah dengan aman.
Saya mengkhawtirkan, bahwa hari itu saya banyak kontak
diwilayah merah dan pakaian saya sudah tidak sterill lagi, khawatir dan
khawatir yang saya rasakan dalam perjalanan. “mana mungkin saya harus menghadiahi buah hati saya
virus mengerikan” gumamku.
Saya memiliki dua anak laki-laki yang selalu
menunggu-nunggu kepulangan saya, umurnya sekitar 3 dan 6 tahun, anak-anak saya
begitu peka dengan suara motor saya, mereka sangat cepat mengenali dengan baik.
Kebiasaan mereka, begitu mendengar suara motor saya mereka spontan bersorak
riang menyambut didepan gerbang, ikut naik motor walupun hanya beberapa
langkah, mereka sudah dapat memposisikan diri masing-masing, yang paling kecil duduk didepan dan si kakak
dibelakang sambil memeluk, tanpa menunggu arahan. Dan setelah itu mereka
menginvestigasi saya tentang darimana dan bawa apa sembari men-sweeping kantong
baju, celana, tas hingga jok motor, mereka sangat cekatan melakukan deteksi,
harapan mereka tentu saja ada bawaan makanan dan minuman, selalu dan selalu
begitu setiap hari setiap saya pulang.
Akhirnya, untuk menghindari hal tersebut terjadi, saya memutuskan untuk transit disebuah
halaman sekolah, saya tinggalkan motor
dihalaman sekolah yang tak jauh dari rumah, seluruh pakaian saya buka hanya
menggunakan celana pendek memasuki halaman rumah, pintu gerbang saya suruh keponakan saya yang bukakan yang kebetulan melintas saat itu, melihat gelagat yang tak biasa, istri saya rupanya telah mengerti, saya
menangkap kekhawatiran dan ketakutan juga diwajahnya, iya menjulurkan selang air dan
menyuruh saya mandi diluar.
Perjalanan pendampingan hari itu menjadi catatan penting bagi saya, juga bagi teman-teman pendamping lainnya, bahwa corona mengintai, menyeringai dibalik tugas-tugas pendampingan.
Perjalanan pendampingan hari itu menjadi catatan penting bagi saya, juga bagi teman-teman pendamping lainnya, bahwa corona mengintai, menyeringai dibalik tugas-tugas pendampingan.
Pendamping Desa....iya ......Pendamping Desa, tak banyak
yang khawatir dan mengkhawatirkan tentang dirinya, padahal pendamping desa paling
berpotensi sebagai agen penyebaran, juga sebagai korban berutalnya virus
corona, langkahnya dari desa ke desa, dari desa ke kecamatan, bertemu dengan
banyak orang setiap saat setiap hari.
Sepintas saya mencermati, mulai dari Permendes, Surat
Edaran, Perbup dan sejenisnya, tidak ada yang saya temukan pernyataan yang
tegas tentang perlindungan minimal kekhawatiran terhadap Pendamping desa
khususnya PLD, PDP dan PDTI, apa lagi ada keperihatinan negara dalam bentuk minimal APD (Alat Pelindung Diri) yang standar terhadap pendamping desa. Yang ada hanyalah tuntutan, harus
mendampingi, memantau dan mencari serta mengumpulkan dan mengirim data, ada
PKTD yang harus dipantau, PLD harus masuk menjadi anggota relawan pencegahan covid-19,
memantau Verifikasi data miskin, persoalan data serta mekanisme penyaluran BLT,
Laporan update penggunaan DD setiap minggu, penggunaan dana bencana harus di
update setiap hari dan masih banyak lagi tumpukan tuntutan yang menggunung.
Wahai
para pendamping desa, kalian tidak bisa menghindar dari tugas pendampingan kendati wabah berutal mengancam, terima saja takdirmu, tawaqqal
saja pada Tuhan mu.
Suryawangi 17 April 2020
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
4 komentar:
Semangat saudaraku
Semangat kawan
semangat selalu..keluarga adalah yang nomor satu..
Njebadil..
Posting Komentar