Senin, 06 Juli 2020




Oleh : Wigitsni Zahrah




“Akan ada ketenangan dibalik kegelisahan, ada senyum dibalik airmata, jika selalu menyertakan Tuhan disetiap langkahmu” (NN)



Aku tidak tau sejak kapan rasa itu bersemayam dalam jiwa, meski telah ku yakinkan diri tentang ‘tak sepantasnya rasa itu ada’, terlebih jika rasa itu pada dia.

Ku buka kembali lembaran-lembaran itu, lembaran yang bercerita  tentang bagaimana aku selalu berusaha menghindari dia sejak bertahun-tahun lamanya.

Sebelumnya, percayalah.... aku tak pernah berniat hijrah demi manusia, Itu murni karna Rabb-ku semata.

Sejak aku mengikuti berbagai acara yang didalamnya dialah yang menjadi pematerinya, tiba-tiba saja entah darimana berawal, perasaan kagumku berubah menjadi lain, perbedaan kontras yang terus mengusik setiap denyut jantungku. Ada desiran di lubuk hati yang tak mungkin ku abaikan.

Maafkan aku karena ini bukan hakku untuk bisa memilih rasa, mana yang harus ada dalam hati yang ku punya, selera itu hakiki, dan itu merupakan anugrah.

Karena ku tahu betapa tak pantasnya aku memiliki rasa ini padanya. Aku selalu berusaha untuk tidak pernah menemuinya apa lagi sampai harus mengekori setiap jejak langkahnya.

Pernah suatu ketika dijalan yang akan kulalui, nampak dari kejauhan ia berdiri, maka seketika itu pula aku mengubah haluan,  begitu juga halnya ketika aku dan dia berada disebuah acara yang sama, aku memilih untuk diam seribu bahasa dan menghindar sejauh yang ku bisa, agar tidak berpapasan ataupun saling bertegur sapa.

Setiap kali dia bertanya tentang sesuatu, aku selalu sebisa mungkin untuk memberi jawaban, padahal jawaban yang kuberikan pula acapkali   tak dihargai,.....dan itu amat menyakitkan. Aku hanya ingin berbuat baik kendati pada akhirnya aku harus menelan pil pahit.

Bagiku ia selalu berperan antagonis, berbicara denganku tak selembut jika berbicara dengan yang lainnya. Ada rasa yang ingin ku usir dan enyah dalam jiwa.

Aku telah banyak berupaya untuk menghilangkannya, aku juga telah mencoba mengunci bibir agar tak satupun aksara dapat terucap, aku ingin puasa ucapan untuknya.

Aku sudah tidak mendengarkan murottal bernada, karena setiap mendengarnya aku akan meneteskan air mata karna ingatan tentang dia tiba-tiba bergelanyut bak didepan mata.

Mungkin dengan meluahkan semua ini, tak akan ada beban yang selalu terasa menindih ruang gerakku. Aku tak peduli reaksi apa yang akan diperbuat, meski aku dapat meraba respon darinya. Sungguh......aku tak akan mengaharap apapun darinya.

Aku harus mengatakannya dan harus beranjak pergi, serta tak akan lagi mengusik dia bersama kehidupannya.


 #Izinkan Aku Memilih Jalan Sunyi


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


 

0 komentar:

Tuaq Adhi

Aku hanya menulis ketika ada bisikan hati. Aku tak akan menulis jika terpaksa apalagi dipaksa. Karena Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki.

Utama

Cari Disini

Adhi. Diberdayakan oleh Blogger.

Ucapan

TERIMAKASIH TELAH BERKUNGJUNG DI Senandung Anak Desa

Translate

Kutipan

Semua manusia memliki potensi utk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yg benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikirn yg mengklaim sbg benar secara mutlak, dan yg lain berarti salah secara mutlak, adlh pemikiran yg bertentangan dgn kemanusiaan dan keTuhanan.

Note

Tidak ada satupun peradaban yang terlahir di bumi ini tanpa proses hijrah, Harimau yang terkenal sebagai raja rimba akan tetap dalam kelaparan kalau dia tidak meninggalkan sarangnya untuk mencari makan, keindahan sayap kupu-kupu akan menjadi keindahan pribadi tanpa bisa di nikmati orang kalau dia tidak meninggalkan kepompongnya, begitu juga halnya dengan manusia dia tidak akan mernjadi manusia paripurna kalau dia tidak meninggalkan kampung halamannya untuk menggali ilmu ilahi.

Popular Posts