Menanti sidang isbats.
|
Ilustrasi |
Lambatnya keputusan Menuai Kegelisahan
Sekita
jam 5 sore tepatnya hari kamis tanggal 19 juli 2012 ku duduk di teras rumahku,
tidak biasanya setelah mandi dengan menggunakan celana pendek aku menduduki
teras depan itu. Aku bersandar di tiang teras dengan pikiran menerawang jauh,
yang ku pikirkan pada saat itu adalah tentang kehidupan, kehidupanku yang masih
seorang diri, sepi, sederhana dan hidup
di desa paling pinggir. Sedang asyiknya
aku dengan pikiran yang melambung kemana-mana aku dikejutkan oleh suara
memanggil-manggil namaku,”adhi...adhi...adhi”.
setelah kucari-cari ternyata sumber suara itu berasal dari luar pinggir jalan,
karena rumahku memang dipinggir jalan. Lalu aku berdiri dan melihat seorang
perempuan paruh baya telah berdiri di depan gerbang, seketika aku bertanya
kepada perempuan tua itu, “ arak ape inak
kake...?= (ada apa bu’ de ?)”, inak sahrim janda tua yang merupakan
tetanggaku itu lalu menjawab langsung dengan pertanyaan pula “ piran jak te payu puase ?=(kapan si kita
mulai berpuasa ?) “ dengan becanda aku menjawabnya “ tanggal sekek ramadhan inak kake= (tanggal 1 Ramadhan bu’ de )”. Mendengar jawaban itu Kelihatan
sekali raut wajah yang sudah keriput itu memendam kekesalan atas jawaban ku
itu. Lalu “lamun nu jak taok ku wah, mek
ulak be ke mbadak aku=(kalau itu aku sudah tau, tdk perlu kamu kasi tahu aku)”
jawabnya kesal.
Akan
tetapi krna keinginan tahuan, kejelasan dan kepastian yang pasti, janda abadi
itupun tak berputus asa bertanya lagi kepada ku “ maksudku piran tanggal sekek ramadhan..?=(maksudku kapan tanggal 1
ramadhan itu ?)” tanyanya kembali dengan nada sedikit keras. Namun
lagi-lagi aku membuatnya kesal dan makin menjengkelkanya “ tanggal sekek ramadhan ino wahn sk tanggal telongdase bulan rowah (tanggal 1itu setelah tanggal 30 sya’ban)”.
Inak sahrim yang sudah berkali-kali
mnjadi warga belajar dan tamat KF itu, rupanya naik pitam, sambil
mengumpat dan melemparku dengan sendal bekas yang kebetulan ada di pinggir
pintu gerbang rumahku. “ e.......susah
jamak tebeketoan, lekan ke lemak jamak ku bingung si puase ini=(aach...susah
sekali kita nanya, dari pagi pagi hari aku telah dibingungkan oleh puasa ini)”
gumam inak sahrim sambil berlalu dari hadapan ku.
Tiba-tiba....
walaupun tidak ada niat sedikitpun menyakiti orang tua itu, namun aku merasa
sangat berdosa atas sikapku tadi. “mesaq
aken kaye dengan toaq no=(kasiah sekali orang tua itu)” membatin dalam
hatiku. Aku keluar gerbang dan menoleh kirikanan untuk mengetahui kemana inak
sahrim akan bertanya, namun rupanya janda tua itu sudah lenyap ditikungan
jalan, ku berlari-lari kecil mengejarnya, tak lama kemudian aku melihat Inak Sahrim tengah menanyakan hal yang sama
pada seorang pegawai negeri sipil yang tak jauh rumahnya dari rumahku. Jelas
sekali terdengar olehku dan oleh ibu-ibu yang lain jawaban si Muhdar PNS itu
kepada inak sahrim “ inaq kake,......jeri
ndek ku bani mastiang piran atawe jelo ape te puase, ulak ite nunggu keputusan
pemerintah juluk si te paran aran sidang isbats, nah hasil sidang isbat ino
nentuang ite piran atawe jelo ape te mulai pade puase=(bu’ de,....saya tdk
berani memastikan atau menetukan hari apa kita mulai berpuasa, kita perlu
menunggu keputusan pemerintah yang disebut sidang isbat, nah,.. hasil sidang
isbat inilah yang akan memastikan,menentukan kapan kita mulai berpuasa)”
jelas Muhdar si PNS. Mendengar penjelasan itu Inak sahrim dan puluhan ibu-ibu
beserta beberapa anak muda-mudi yang ternyata kebingungan juga dan ingin
kepastian tentang puasa, menggerutu/bergumam/ngGerEmon bak suara kawanan lebah.
Dan salah satu dari mereka pun kembali mepertegas “ piran sidang seknok ino=(kapan sidang itu)”, Muhdar si PNS pun
menjawab “ baeh doang jerak Magrib gene ne
te bau manto ya lek tivi, angkak pade manto tivi baeh=(nanti saja biasanya
setelah magrib mungkin bisa kita tonton di Televisi, makanya nonton Televisi
nanti)” pintanya. Akhirnya situasi menjadi sedikit agak gaduh oleh berbagai
komentar sebelum mereka bubar dan kembali ke rumah masing-masing, komentar-komentar yng sempat tertangkap jelas
oleh gendrang telingku adalah “ setate te
bingung, pineng tiep puase tiep lebaran, ndek te uah bae seneng nyambut lebaran
kance puase, ite bingung doang tiep taun= (selalu kita bingung, pusing tiap
puasa tiap lebaran, ndak pernah sekali kita senang sambut lebaran dan puasa,
kita bingung aja tiap tahun), dan banyak
lagi komentar lagi yang tak jelas aku dengar.
Setelah
sholat magrib usai, kembali pikiran ku tertuju pada inak sahrim dkk. Terlintas
pertanyaan di benakku “ sedang apa inak sahrim dan yang lainnya sekarang ?, terbayang pula akan
mata mereka yang tak akan berkedip di depan televisi mereka masing-masing. dengan peci hitam legam yang masih bercokol
dikepala akupun keluar rumah ingin mengintip untuk tau seperti apa mereka Menanti Sidang Isbat. Sasaran pertama adalah inak sahrim,
kupercepat langkah ke rumah inak sahrim namun ternyata di rumahnya itu sudah
tidak ada, dalam pikiran ku “oow cocok inak sahrim tdk ada dirumahnya karna dia
tdk punya TV, dia pasti kerumah anaknya, ternyata setelah aku sampe kerumah
anaknya memang benar sekali inak sahrim sudah ada di sana, perempuan lansia itu
nammpak mondar mandir di ruang tamu, keluar masuk, sesekali duduk dan berdiri,
gelisah menunggu keputusan sidang yang sedang berlangsung di Tvone. Melihat
gelagat inak sahrim aku bisa menebak bagaiman perasaanya menunggu hasil sidang
dibacakan, aku lalu pindah lokasi ke rumah ibu-ibu yang lain, hasil
pengamatanku : ada yang membentak-bentak suaminya yang lambat mindah chanel TV,
ada yang nyuruh anaknya ke rumah Muhdar si PNS untuk menanyakan Stasiun mana
yang menyiarkan sidang isbats, ada yang menggendong anaknya dengan gelagat yang
sama dengan inak sahrim, ada yang duduk khusuk tak berkedip menatap layar
televisinya ada pula yang sambil makan nonton tivi yang sekali menyuap nasinya
kemudian melototin tivi mengkrutkan kening atas perbedaan pendapat yang dia
dengar dan banyak lagi yang tak mampu ku ceritakan. Intinya belum adanya
keputusan tentang hari tanggal mulai berpuasa membuat mereka tidak tenang,
gelisah, kusar, uring-uringan dsb.
Setiap tahun, perbedaan
cara penentuan awal Ramadan selalu menjadi perdebatan/pergulatan di kalangan
umat Islam di Indonesia. Dua metode yang digunakan, hisab dan rukyatul hilal
memiliki 'pendukungnya' masing-masing. Berdasarkan artinya, hisab adalah
perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak
(astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi
matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan
masuknya waktu salat. Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila
hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender)
berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Kedua metode ini menjadi
penting saat menentukan awal Ramadan sebagai patokan awal berpuasa, awal Syawal
(Idul Fitri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9
Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Di Indonesia, selama ini penentuan awal Ramadan beberapa kali mengalami
perbedaan. Seperti yang terjadi pada tahun ini. Muhammadiyah yang menggunakan
metode hisab sejak jauh-jauh hari telah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada Jumat
20 Juli 2012. Sementara pemerintah baru akan memutuskan dalam sidang isbat yang
digelar petang kemaren. Kementerian Agama selama ini menggunakan metode
rukyatul hilal dengan memantau keberadaan hilal di beberapa lokasi yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Hal
inilah yang membuat sebagian masyarakat ‘awam’
yang berpatokan/bertumpu pada keputusan pemerintah sbg Ulil Amri menjadi resah,
bingung bahkan gelisah, lebih-lebih ketika tidak menemukan titik persamaan
seperti yang sering terjadi antara keputusan Pemerintah dan Keputusan
Muhammadiyah yang lagi-lagi membuat masyarakat pusing tujuh keliling. Bagi masyarakat
yang berpendidikan atau punya pengetahuan dan prinsip atas hal ini mungkin tidak
menjadi persoalan yang perlu terlalu dipikirkan, tapi bagaimana dengan
masyarkat yang notabene hanya lulusan sekolah rakyat, sekolah dasar bahkan
banyak yang tidak pernah sama sekali mengenyam pendidikan,.....?
Pertanyaan
terakhir
Sannggupkah
kita melihat masyarakat yang kurang berkemampuan itu terus seperti ini ?
Tidak
adakah upaya pemerintah untuk menyelesaikan sengketa ini, padahal peristiwa
seperti ini memang sudah dari dulu ?
Tidak
adakah titik temu diantara perbedaan mereka (pemerintah dan ormas) ?
Tidak
sanggupkah pemerintah membeli alat/teknologi yang lebih canggih untuk melihat
hilal ?
..............................................dst........................dst............................dst...............................................
Masyarakat
menderita batin,.......................................