Untukmu yang
bisu membeku.
Jika catatan ini menyentuh dirimu
abaikan saja, anggap saja ini hanyalah igauanku karna tak pernah mandi sebelum tidur,
tak berdo’a sebelum terlelap. Hai...perempuan yang ku anggap peri malam yang
baik hati....!. Aku memang bukanlah laki-laki perkasa seperti yang kuharapkan
atau mungkin juga yang diharapkan sebagian orang yang peduli denganku, aku
kesal bahkan jengkel dengan diriku yang tak setangguh batu karang yang diterpa
badai. Namun setidaknya aku adalah laki-laki yang jujur terhadap kelemahn ku,
aku betul-betul lemah, lembek dan tak berdaya bahkan bodoh atau katakan saja
aku tolol...!. Kusadari betul bahwa aku tak punya cara membentengi diri, tak
punya ide membuat prisai sebagai penjaga atas ketergesaan ku mengagumimu, pesonamu
telah menyilaukan mataku. Mungkin kau benci dengan sikapku ini karena aku juga
demikian. Ketahuilah, semenjak kau abaikan sapaku, kau bisu dan membeku, aku
menjadi galau dan kalut.
Ku undang sang motivator kebanggaanku
untuk bertandang ke beranda fezbukku sebagai sosok malaikat penentram jiwaku dengan
harapan dapat memberi kekuatan baru dan semangat kelakianku, namun tetap saja Mario
Teguh sampai mewek tak mampu menjadikanku laki-laki yang berani dan tabah. Tapi
semua ini terjadi bukan tanpa alasan sesungguhnya, semenjak peristiwa
bersejarah itu seringkali sapaku mengudara bertandang keponselmu tapi tak
satupun kau gubris, padahal itu adalah kata hatiku, itu adalah ungkapan jiwaku
maksudku bukan basa basi juga bukan sekedar tegur sapa pengisi waktu kosong
disaat kesepian. Tapi kau diam...diam...diam
dan diam. Ketahuilah bahwa diammu adalah manora yang menggunjam dadaku. Aku
ingin diam sepertimu tapi aku tak cukup energi membendung mimpi-mimpiku. Bulan
penuh fadillah dan barokah ini pun yang kuharap tak sanggup mencairkan kebisuan
dan kebekuanmu, kau tetap bungkam bagaikan arca sang budha. “Sabar adalah solusi bagi orang yang belum
menemukan jalan keluar”, dan aku berusaha untuk sabar, tapi inipun
berlangsung singkat.
Apakah kau akan baca atau tidak keluh
kesah ku ini, ...itu tidak penting, setidaknya telah kumuntahkan segala
kerisauanku, bagiku catatan ini menjadi martil yang akan membuatku sadar hingga
cukup tau diri. Lantunan syair Marcell dengan “Peri Cintanya” sudah tak dapat
menyatu dengan jiwku, begitu juga halnya lengkingan tiupan saxophon Kenny-G tak mampu menyejukan hatiku.
Kini,.... aku hanya menunggu sang waktu
untuk menyelesaikan kisah perihku.
Do’a ku semoga kau baik-baik saja dalam
diammu.
Utukmu yang tak pernah lagi
mengingatku.
Oleh : Adhi.
Suryawangi 7 Ramadhan 1433 H/27 Juli
2012 M.
0 komentar:
Posting Komentar