Oleh: Muliadi
Pendamping Desa Kec. Wanasaba Lotim NTB |
Pagi hari merupakan sebuah
berkah yg indah, tak masalah mendung ataupun cerah karena pagi merupakan awal
untuk memulai sesuatu yang disebut kehidupan. Masih terasa dingin menyentuh
kulit, kami belah kekakuan dan kebekuan suhu diantara hamparan areal pertanian
yang merupakan wajah desa.
Desa Bandok merupakan desa pertama yang kami kunjungi, kunjungan kami tentu
merupakan kewajiban atas kesanggupan kami selaku pendamping desa, pemerintah
desa adalah teman kami setiap harinya, menyelenggarakan pemerintahan,
melaksanakan pembangunan, melakukan pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat adalah Misi utama dalam membangun bangsa dari desa.
Pagi itu, para perangkat desa nampak tengah melaksanakan rutinitasnya, kami
pendamping desa hadir ditengah kesibukan itu, tentu saja kehadiran kami
mendampingi mereka dalam banyak hal yang perlu dimaksimalkan dan dioptimalkan.
Berbincang dan bertukar pikiran tentang bagaimana desa berbenah mewujudkan
sebuah impian warganya. Kades, Sekdes, beserta seluruh perangkat desa yang ada
menjadi sahabat yang baik, setiap kali kami berkumpul, tak ada dinding pemisah
yang kami rasakan, serasa kami terlahir dari rumpun yang sama.
Hidup berdesa bagi saya adalah hidup mempertahankan khazanah leluhur,
karena di desa ada tradisi, budaya serta kearifan lokal lainnya yang masih terpelihara.
Orang-orang desa nampaknya masih kuat memegang apa yang diwariskan oleh para
leluhurnya, walau hari ini tengah mengalami gempuran budaya, tradisi melalui
teknologi informasi dan komunikasi.
Setelah itu, dari ujung timur
beranjak ke ujung barat menuju Desa Beriri Jarak, desa ini masuk dalam lingkar
kaki gunung rinjani, tentu saja suhunya juga terasa dingin walaupun matahari
telah menggelinding diatas kepala, suasana persawahan, hutan dan kebun-kebunnya
menjadi ciri khas desa ini.
Di Desa Beririjarak pun sama,
merumuskan rancangan pembangunan, menyusun mekanisme koordinasi antar
lembaga-lembaga yang ada di desa dalam upaya membangun desa dalam nuansa
kebersamaan.
Mendung menggulung gerimis
mengiringi kepulangan kami sambil menggeret sepeda motor yang pecah ban. Saat
itulah titik-titik kelelahan, kelesuan menjadi hadiah yang tak diharapkan,
namun tak ada pilihan lain selain menyadari bahwa apa yang kami lakukan bukan
hanya kewajiban yang diamanatkan undang-undang akan tetapi merupakan kewajiban
moral kami yang juga sebagai anak desa. (Rabu, 13/02/2019)
0 komentar:
Posting Komentar